Wikipedia

Hasil penelusuran

Kamis, 30 Agustus 2018

PENELITIAN 2017


EFEKTIVITAS SELF-CONCORDANCE PMO KELUARGA PADA PENCEGAHAN PENULARAN TUBERCULOSIS DI PUSKESMAS DELI TUA TAHUN 2017
Bahtera BD Purba#1, Friska Ernita Sitorus *2

1 Public Health Department, 2Nursing Deparment,         1,2DELI HUSADA Institute of Health Science
Jl.Besar No.77 Deli Tua, Indonesian


ABSTRAK

Di kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, jumlahKasus TB  tahun 2017 mencapai 1.554 Kasus. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efetivitas self concordance anggota keluarga, petugas kesehatan, guru, dan tokoh masyarakat sebagai PMO kasus TB Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi experiment tanpa control. Partisipan dikelompokan menjadi 4 kelompok PMO yaitu PMO keluarga, PMO petugas kesehatan, PMO guru, dan PMO tokoh masyarakat. Pada awal program masing–masing PMO berjumlah 40 (total N=160) dengan durasi waktu 6 bulan (Awal pengobatan pasien TB hingga sembuh). PMO yang memenuhi syarat dalam sampel adalah PMO yang telah di registerasi di Puskesmas Deli Tua dengan pasien TB yang menjalani pengobatan minimum 6 bulan. Data dianalisis dengan menggnakan ANOVA (one way) pada taraf nyata (α) =0,05.  Analisis ANOVA dilakukan setelah terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data pada taraf nyata (α) =0,05. Analysis camparative antar variabel dialkukan dengan LSD dan HSD Hasil penelitian menunjukan self concordance pengobatan berbeda secara bermakna antara PMO keluarga dengan PMO non keluarga p= 0,00 (p< 0,05, self concordance kontrol lingkungan menunjukan perbedaan yang bermakna PMO keluarga dengan PMO non keluarga p=0,00 (p< 0,05) , sedangakan self concordance kontrol batuk atau bersin dalam penelitian ini ditemukan berbeda bermakna antara PMO keluarga dengan PMO non keluarga p=0,00 (p< 0,05. Self-concordance pengobatan, kontrol lingkungan, dan kontrol batuk dan bersin tuberculosis pada PMO keluraga lebih efektif dibandingkan dengan PMO  non keluarga (petugas kesehatan, PMO guru, dan PMO tokoh masyarakat). Disarankan  kepada dinas kesehatan Deli Serdang memberikan platihan anggota keluarga inti sebagai PMO keluarga dalam pencegahan penularan tuberculosis

Kata Kunci: Self-concordance pengobatan TB, Self-Concordance kontrol lingkungan, self concordance kontrol batuk dan bersin, PMO Keluarga

PENDAHULUAN

Tahun 2017, Indonesia adalah salah satu negara kasus terbanyak tuberculosis (TB) kedua di dunia setelah India (WHO, 2017).  Angka temuan kasus baru case detection rate (CDR) tahun 2015 sebesar 72,8 (confirmed) BTA+ per 100 kasus temuan (detection) atau di dapati 166.376 penderita baru BTA positif dengan success rate (SR) sebesar 89 per 100 kasus (Adyatma, 2015)
            Di Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Deli Serdang pada khususnya tuberculosis merupakan penyakit latent yang mengalami peningkatan dari tahun  2005 hingga 2010 yaitu 15.517 menjadi 15.614 kasus (Sirait, 2017). JumlahKasus TB di Sumatera Utara paling tinggi berada di kota Medan sebaynak 2,397 kasus, disusul dengan Deli Serdang 1.554 Kasus (Dinas Kesehatan Deli Serdang, 2017).
Tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebababkan bakteri mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang berbagai organ terutama paru-paru. Penyakitinibilatidak di  obati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian (CDC, 2014). Penularan TB pada populasi tergantung kepada dosis dan respon droplet nucleidi udara yang dikeluarkan penderita TB saat batuk atau bersin (CDC, 1999). Risiko penularan tuberculosis disebabkan frekuensi batuk atau bersin, frekuensi kontak dengan penderita, lingkungan, kegagalan pengobatan, dan faktor host seperti HIV dan Diabetes (Pagaoa, 2017; Mathema, 2017).
Upaya-upaya yang dilakukan hingga saat ini dalam mengatasi dan menanggulangi penularan tuberculosis adalah program DOTs (dirrect Observed Treatment Short Course) yang berfokus pada pengobatan pasien tuberculosis secara tuntas. Angka notification rate (NR) tuberculosis di Kabupaten Deli serdang sejak tahun 2015-2017 cenderung meningkat dari 104% tahun 2015 menjadi 1008% tahun 2017. Peningkatan ini menunjukan bahwa DOTs  program di Kabupaten Deli Serdang  tidak berjalan efektif dalam mengontrol penularan tuberculosis (Profil Kesehatan Deli Serdang, 2017).
Saleh (2017) menemukan pengaruh PMO terhadap kepatuhan dan pengontrolan penularan tuberculosis di populasi. Peran PMO dalam mengontrol pengobatan dan penularan tuberculosis dipengaruhi oleh self concordance (Sheldon, 1999; Sirait, 2017). Self concordance merupakan pengembangan teori self determinasi. Menurut teori self determinasi  motivasi terbentuk dari kompetensi, otonomi dan relasi individu (Deci, 1999).  Untuk mencapai tujuan, individu memerlukan motivasi atau dorongan yang kuat dari dalam diri yang dibentuk oleh ketiga komponen determinasi. Suckov (2016) menyatakan bahwa pencapaian tujuan dilakukan secara bertahap dan mempertimbangkan kesulitan- kesulitan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.Sheldon (1999) menemukan bahwa perlunya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan tindakan-tindakan yang telah direncanakan dalam bentuk partisipasi  (self-concordance). Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efetivitas self concordance anggota keluarga, petugas kesehatan, guru, dan tokoh masyarakat sebagai PMO,

METODE PENELITIAN
Partisipan dikelompokan menjadi 4 kelompok PMO. Kelompok pertama PMO keluarga, kedua PMO petugas kesehatan, ketiga PMO guru, dan keempat PMO tokoh masyarakat. Pada awal program masing–masing PMO berjumlah 40 (total N=160) dengan durasi waktu 6 bulan (Awal pengobatan pasien TB hingga sembuh). PMO yang memenuhi syarat dalam sampel adalah PMO yang telah di registerasi di Puskesmas Deli Tua dengan pasien TB yang menjalani pengobatan minimum 6 bulan.
Recrutment PMO didasarkan pada pemilihan tujuan tegas. Untuk pemilihan tujuan tegas pada awal recrutmen diberikan penjelasan tiga alaternatif tujuan penanggulangan tuberculosis untuk variabel pengobatan, kontrol lingkungan, dan kontrol dahak/bersin. Pengobatan secara teratur dikelompokan menjadi 3 kategori tujuan yaitu: (1) tegas (mengontrol pengobatan secara teratur, diet, pola istirahat, pola aktivitas, dan menghindari rokok serta alkohol), (2) sedang (mengontrol pengobatan secara teratur, pola aktivitas, menghindari rokok dan alkohol), dan (3) rendah (mengontrol pengobatan secara teratur). Kontrol lingkungan dikelompokan menjadi 3 kategori tujuan yaitu: (1) tegas (menyediakan ventilasi kamar pasien yang cukup, penyinaran yang cukup, kebersihan kamar yang baik, durasi membersihkan kamar 1 kali sehari, memakai masker sewaktu membersihkan kamar), (2) sedang (tidak ada ventilasi kamar dan penyinaran yang baik, kebersihan kamar yang baik, durasi membersihkan kamar 1 kali sehari, memakai masker sewaktu membersihkan kamar), (3) rendah (tidak ada ventilasi kamar dan penyinaran yang baik, kebersihan kamar kurang, durasi membersihkan kamar 3 kali sehari, memakai masker sewaktu membersihkan kamar). Kontrol dahak/bersin dikelompokan menjadi 3 kategori tujuan yaitu: (1) tegas (menutup mulut saat batuk atau bersin), membuang dahak di wadah tertutup, mengganti sapu tangan 1 kali dalam sehari), (2) sedang (menutup mulut saat batuk atau bersin, membuang dahak di wadah tertutup, dan mengganti sapu tangan 1 kali dalam 3 hari), (3) rendah (menutup mulut saat batuk atau bersin, membuang dahak ditempat terbuka, dan mengganti sapu tangan 1 kali dalam 6 hari)
Pengumpulan informasi dari partisipan dilakukan dengan cara interviw dengan menggunakan kuesioner BMQ. Cuesioner dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan Corbach alfa R< 0,43 dan Total item corected > 0,23 untuk menghilangkan bias crross cultural. Informasi yang dikumpulkan meliputi karakteristik demografi, sosial ekonomi, pendidikan, competensi, otonomi, relasi, dan tindakan pencegahan tuberculosis.
Data dianalisis dengan menggnakan ANOVA (one way) pada taraf nyata (α) =0,05.  Analisis ANOVA dilakukan setelah terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data pada taraf nyata (α) =0,05. Analysis camparative antar variabel dialkukan dengan LSD dan HSD


Distribusi rata-rata kelompok PMO merupakan total score kompetensi, otonomi dan relasi terhadap kesulitan PMO dalam mencapai pemberian obat secara teratur pada pasien TB, menyarankan pasien TB menutup mulut saat batuk atau bersin, menyarankan pasien TB meludah di wadah tertutup, menyediakan kamar tidur dengan ventilasi yang baik pada pasien TB, dan menyarankan pasien TB mengurangi kontak dengan anggota keluarga. Gambaran distribusi score antar kelompok PMO dapat dilihat seperti pada tabel berikut
Rata-rata total skor self concordansi pengobatan paling tinggi pada PMO keluarga dengan skor rata-rata 255,6 dan yang paling rendah pada PMO tokoh masyarakat dengan skor rata-rata 190,3. Self concordance kontrol lingkungan paling tinggi pada PMO keluarga dengan skor rata-rata 208,3 dan terendah pada PMO tokoh masyarakat dengan skor rata-rata 165,5. Sedangkan self concordance kontrol batuk/bersin paling tinggi pada PMO keluarga dengan skor rata-rata 190,7 dan terendah pada PMO tokoh masyarakat dengan skor rata-rata 147,3.Distribusi empat kelompok PMO dalam penelitian ini menunjukan populasi yang berdistribusi normal. Asumsi normalitas merupakan salah satu syarat analisis ANOVA

Dari gambar box plot diatas dapat dilihat bahwa self concordance keempat kelompok populasi PMO berdistribusi normal. Ujui Shpiro Wilk menunjukan nilai p berturut-turut adalah 0,14, 0,48, 0,15, dan 0,08 (P> 0,05)  Self concordance kontrol lingkungan menunjukan distribusi normal untuk kempat kelompok populasi. Hal ini juga ditunjukan dari uji Shpiro Wilk dengan nilai p berturut-turut 0,23, 0,05, 0,29 dan 0,28 (p> 0,05). Self concordance kontrol batuk dan bersin menunjukan distribusi normal dari gambar box plot diatas. Hasil uji Shipiro Wilk menunjukan normalitas self concordance kontrol batuk dan bersin keempat kelompok populasi dengan p berturut-turut 0,06, 0,43, 0,62, dan 0,77 (p> 0,05).
Hasil analisis ANOVA menunjukan self concordance pengobatan berbeda secara bermakna antara PMO keluarga dengan PMO non keluargap= 0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 28,4 (95% CI: 14,6-42,2). Hasil analisis juga menunjukan perbedaan yang bermakana antara PMO keluarga dengan PMO tenaga kesehatan p=0,04 (p< 0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 36,2 (95%CI: 22,4-49,9). Selain itu, penelitian ini menemukan  perbedaan yang bermakna PMO keluarga dengan PMO tokoh masyarakat p=0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 65,3 (95%CI: 53,3-77,3). Self concordance pengobatan juga ditemukan bermakna antara PMO petugas kesehatan dengan PMO guru p= 0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 33,6 (95%CI : 17,9-49,4). Selain itu juga ditemukan perbedaan yang bermakna PMO petugas kesehatan dengan PMO tokoh masyarakat p=0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 52,8 (95% CI: 37,0-68,5). Self concordance pengobatan juga ditemukan berbeda bermakana antara PMO guru dengan PMO tokoh masyarakat p= 0,01 (p<0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 19,1 (95%CI: 3,39-34,9).
Self concordance kontrol lingkungan menunjukan perbedaan yang bermakna PMO keluarga dengan PMO petugas kesehatan p=0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan skore rata-rata 36,2 (95%CI: 25,7-46,6), PMO keluarga dengan PMO guru p=0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 28,4 (95%CI: 17,9-38,9), dan PMO keluarga dengan PMO tokoh masyarakat p= 0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 43,4 (95%CI: 34,4-52,3). Self concordance kontrol lingkungan juga ditemukan berbeda bermakna pada PMO petugas kesehatan dengan PMO guru p= 0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 33,6 (95%CI: 21,6-45,6), pada PMO petugas kesehatan dengan PMO tokoh masyarakat p= 0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 52,8 (95%CI: 40,8-64,8). Selain itu, juga ditemukan perbedaan bermakna antara PMO guru dengan PMO tokoh masyarakat p=0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 19,1 (95%CI: 7,1-31,1).
Self concordance kontrol batuk atau bersin dalam penelitian ini ditemukan berbeda bermakna antara PMO keluarga dengan PMO petugas kesehatan p=0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 23,9 (CI95%: 14,9-32,8), antara PMO keluarga dengan PMO guru p= 0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 18,1 (95%CI: 9,2-27,2), antara PMO keluarga dengan PMO tokoh masyarakat p= 0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 43,4 (95%CI: 34,4-52,3). Hasil penelitian juga menemukan perbedaan yang bermakna self concordance kontrol batuk dan bersin antara PMO petugas kesehatan dengan PMO tokoh masyarakat p= 0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 19,5 (95%CI: 10,5-28,4), sedangakan PMO petugas kesehatan dengan PMO guru ditemukan tidak berbeda bermakna (p> 0,05). Selain itu, self concordance kontrol batuk dan bersin antara PMO guru dan PMO tokoh masyarakat juga ditemukan berbeda bermakna p= 0,00 (p<0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 25,2 (95%CI: 16,2-34,2.

PEMBAHASAN
Dari hasil analisis ditemukan self-concordance pengobatan tuberculosis tidak berbeda bermakna antara PMO keluarga dan PMO petugas kesehatan. Namun PMO keluarga ditemukan berbeda bermakna  dengan PMO guru, dan PMO tokoh masyarakat. Demikian juga PMO petugas kesehatan ditemukan berbeda bermakna dengan PMO guru dan PMO tokoh masyarakat. Hasil ini menunjukan bahwa self concordance pengobatan pada PMO keluarga dan PMO petugas kesehatan lebih efektif sebagai PMO pasien tuberculosis dibandingkan dengan PMO guru, dan PMO tokoh masyarakat (Newel, 2006; 2016; Sis, 2014; Walley, 2001).
Efektifitas self-concordance pengobatan pada PMO keluarga dan PMO petugas kesehatan pasien tuberculosis di kabupaten Deli Serdang disebabkan karena sistem kekerabatan dalam keluarga secara psikologis yang kuat, pengembangan relasi keluarga dengan petugas kesehatan, serta kemampuan atau pengetahuan tentang pengobatan tuberculosis (Sirait, 2017; Sreeramareddy, 2013; Sheldon, 2004). Hal ini didukung oleh terminologi dari penelitian sebelumnya bahwa Self-concordance pengobatan berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat, kecepatan penyembuhan, dan keberhasilan pengobatan yang dikontrol oleh faktor-faktor fisiologis dan genetik (Sheldon, 2004; Smith, 2017).
Penelitian ini juga menemukan Self-concordance kontrol lingkungan dan kontrol droplet nuklei (droplet yang dikeluarkan saat batuk dan bersin) menunjukan perbedaan yang bermaka antara PMO keluarga dengan PMO petugas kesehatan, PMO guru, dan PMO tokoh masyarakat. Perbedaan yang sangat mencolok dapat dilihat dari beda rata-rata skor antara PMO keluarga dan PMO lainnya. Hal ini menunjukan bahwa dalam hal kontrol lingkungan dan kontrol droplet nuklei PMO keluarga jauh lebih efektif dibandingkan dengan PMO petugas kesehatan, PMO guru, dan PMO tokoh masyarakat.
Control lingkungan dan kontrol droplet nuklei merupakan penyebab utama penularan tuberculosis pada fase mild, moderate, dan severe (WHO, 2014; CDC, 2014). Lingkungan perumahan pasien tubrculosis yang tidak memiliki ventilasi yang baik, kelembaban yang tinggi, sanitasi rumah yang buruk menyebabkan kuman tuberkulosis lebih lama bertahan dalam ruangan yang tertutup. Perilaku tidak menutup mulut saat batuk dan bersin,  membuang ludah di sembarang tempat, dan ketidak adaan immunisasi dalam keluarga merupakan kondisi dan perilaku yang meningkatkan penularan tuberkulosis pada anggota keluarga lainnya.
Hasil penelitian menunjukan self concordance kontrol lingkungan dan kontrol droplet nuklei lebih baik dilakukan oleh PMO keluarga dibandingkan dengan PMO lainnya. Sirait (2017) menemukan bahwa PMO keluarga menunjukan adanya rasa tanggung jawab yang lebih besar pada pasien TB dibandingkan dengan PMO lainnya. Tanggung jawab ini dapat didasarkan pada hubungan dalam keluarga inti terutama pada suku batak, melayu dan jawa di Kabupaten Deli Serdang. Dalam tradisi kesukuan di wilayah Deli Serdang, kelurga merupakan pusat kekerabatan dalam mengatasi berabagai masalah kesehatan dan masalah sosial lainnya.Hubungan kekerabatan dalam keluarga menyebabkan PMO keluarga mendapat prioritas motivasi tinggi baik untuk tujuan pengobatan, kontrol lingkungan, maupun kontrol droplet nuclei. Motivasi yang tinggi pada PMO keluarga dipengaruhi oleh kepentingan apa yang dikerjakan dan kaitanya pada diri individu, pengetahuan tentang mode of transmission tuberculosis, miskonsepsi tentang tuberculosis, dan faktor demografi lainnya (Sreeramareddy , 2013).
Rendahnya skor self-concordance pengobatan, kontrol lingkungan, dan kontrol droplet nuklei pada PMO petugas kesehatan, PMO guru, dan PMO tokoh masyarakat menunjukan perbedaan kepentingan yang berbeda. Meskipun PMO petugas kesehatan, PMO guru, dan PMO tokoh masyarakat mendapatkan insentif atas pekerjaan mereka, namun insentif secara psikologis tidak mampu meningkatkan self-concordance pada kelompok PMO petugas kesehatan, PMO guru, dan PMO tokoh masyarakat Hal ini membuktikan bahwa pemberian insentif dalam program DOTs tidak berdampak langsung pada kinerja PMO. Meskipun insentif telah digunakan secara besar-besaran dalam memacu motivasi sejak Taylor memperkenalkan gagasan manajemen ilmiah dan menekankan pentingnya pekerjaan yang terdefinisi dengan baik. Namun, para ahli ekonomi akhir-akhir ini melihat motivasi dengan insentif sebagai motivator ekstrinsik menjadi tidak berguna karena para pekerja sudah lebih mementingkan prestasi dibandingkan dengan menghasilkan uang semata-mata. Hal ini menjadi preseden buruk pada pencegahan tuberculosis karena pengawasan minum obat seharusnya mendapat pengawasan ketat dari PMO.

KESIMPULAN
Self-concordance pengobatan tuberculosis pada PMO keluraga lebih efektif dibandingkan dengan PMO petugas kesehatan, PMO guru, dan PMO tokoh masyarakat. Self-concordance kontrol lingkungan dan kontrol droplet nuclei pada PMO keluarga lebih efektif dibandingakan dengan PMO petugas kesehatan, PMO guru, dan PMO tokoh masyarakat.
SARAN
Dinas kesehatan sebagai penaggung jawab program DOTs di kabupaten Deli Serdang disarankan untuk memberikan platihan anggota keluarga inti sebagai PMO keluarga pencegahan tuberculosis. Penetapan PMO keluarga inti sebagai PMO hendaknya memperhatikan keeratan hubungan psikologis dalam keluarga sehingga self-concordansi pengobatan, kontrol lingkungan, dan kontrol droplet nuklei pada PMO keluarga dapat ditingkatkan


REFFRENCE
1.       Pagaoa, MA,. Royce, RA,. Cheng, MP,. Golup, JE,. Davidow, AL,. Moyerman, YH,. at al.  Risk factors for transmission of tuberculosis among United States-born African Americans and Whites. PMC. 2017: 19: 1485-1492
2.       Mathema, B,. Andrew, JR,. Cohen, T,. Brogdorff, MW,. Behr, M,. Glynn, JR,. At al. Drivers of Tuberculosis Transmission. The Journal of Infectious Diseases. 2017; 2016: 5644-53
3.       Sreeramareddy,. Candrashekhar, T,. Harsha, KHN,. Arokiasamy, JT,. Prevalence of self-reported tuberculosis, knowledge about tuberculosis transmission and its determinants among adults in India: results from a nation-wide cross-sectional household survey. BMC Infection Diseases. 2013; 10: 1186.
4.       Newell, JN,. Baral, SC,. Pande, SB,. Bam, DS,. Malla, PL,. Family-member DOTS and community DOTS for tuberculosis control. Proquest. 2006; 367: 903
5.       Sis, YH,. Jannati, A,. Jafarabadi, MA,. Kalan, ME,. Taheri, A,. Koosha, A,. The Effectiveness of Family-Based DOTS versus ProfessionalFamily Mix DOTS in Treating Smears Positive Tuberculosis. Health Promotion Perspectives. 2004; 4: 98-106
6.       Walley, JD,. Jhon, D,. Khan, MA,. Newell, JN,. Khan, MH,. Effectiveness of the direct observation component of DOTS. Proquest. 2001; 357: 664
7.       Dave, PV,. Niranjanshah, A,. Nimavat, PB,. Modi, BB,. Pujara, KR,. Patel, P,. At al,. Direct Observation of Treatment Providedby a Family Member as Compared to Non Family Member among Children with New Tuberculosis: APragmatic,Non-Inferiority, Cluster-Randomized Trialin Gujarat, India. PLOSONE. 2016; 10: 1371
8.       Cosma, D,. Gilceava, SA,. How Important Is Money As An Incentive To Motivate Employees In Higher Education Sector? Literature Review. Proquest, 2014
9.       Vallerand, RJ,. Richard, K,. Pelletier, LG,. Reflections on Self-Determination Theory. Proquest. 2008: 49:257 -262
10.    Katharina, J,. Susan, Susan LB,. The Effect of Professional Culture on Intrinsic Motivation Among Phyisician in an academic Medical Center. FACHE Journal of Healthcare Management, Proquest. 2014; 59: 287-302
11.    Dinas Kesehatan Deli Serdang,. Profil Kesehatan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017. Dinas Kesehatan Deli Serdang, 2017; 1:64-69
12.    WHO,. TB Burden Estimate, Notification and Treatment Outcome. WHO. 2015
13.    WHO,. Building on and Enhancing DOTS to Meet the TB-Related Millenium Development Goals. WHO. 2015
14.    CDC,. Patient Adherence to Tuberculosis Treatment. Departement of health and Human Services Public Health Service, Atlanta, Georgia, 1999
15.    CDC,. Managing Tuberculosis Patients and Improving Adherence, Devision of Tuberculosis Elimination, Atlanta, Georgia. 2014
16.    Tubman,. Lynn, M,. The Role of Family Support in Promoting Adherence to Tuberculosis Treatment in Western Uganda. Proquest Dissertations Publishing. 2016; MR 1390
17.    Mathema, B,. Pande, SB,. Jochem, K,. Houston, RA,. Smith, J,. At al. Tuberculosis Treatment in Nepal: A Rapid Assessment of Government Centers Using Different Types of Patient Supervision.The International Journal of Tuberculosis and Lung Disease : the Official Journal of the International Union against Tuberculosis and Lung Disease. 2001; 5: 912-919
18.    Ferner RE,. Is Concordance The Primrose Path To Health It Might Not Make Much Difference. BMJ Publishing Group Ltd. 2003;  327: 821–822
19.    Aronson JK. Compliance,  Concordance and Adherence. PMC Free Article, Pub Med. 2007; 63: 383-4
20.    Sirait, A,. Hubungan Konkordansi Dengan Pencegahan Penularan Tuberculosis di Wilayah Kerja Puskesmas Deli Tua Tahun 2018. Public Health Community Institut Kesehatan Deli Husada Deli Tua. 2018; 1: 42-49
21.    Harahap, S,. Hubungan Empowerment dengan Pencegahan Penularan Tuberculosis di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2018. Public Health Community Institut Kesehatan Deli Husada Deli Tua. 2018; 50-56
22.    Stepanikova,. Patient-Physician Racial and Ethnic Concordance and Perceived Medical Errors. Pub Med. 2006; 63:3060-6
23.    Sheldon, KM,. Elliot, AJ,. Ryan, RM, Chirkov, V,. Kim, Y,. Wu, C,. At al,. SELF-Concordance and Subjective Well-Being in Four Cultures. Journal Of Cross-Cultural Psychology. 2004; 35: 209-22
24.    Smith, A,. Ntoumanis, N,. Duda, J,. Goal Striving, Goal Attainment, and Well-Being: Adapting and Testing the Self-Concordance Model in Sport. Journal of Sport & Exercise Psychology 2007; 29: 763-782
25.    Aditama, TY,. Subuh, HM,. Survai Prevalensi Tuberculosis Indonesia 2013-2014. Kementerian Kesehatan Repubelik Indonesia, 2015
26.    Becerra, MC,. Appleton, SC,. Franke, MF,. Chalco, K,. Arteaga, F,. Bayona, J,. At al,. Tuberculosis Burden in Households of Patients with Multidrug-Resistant and Extensively Drug-Resistant Tuberculosis: A Retrospective Cohort Study. Lancet 2011; 377: 147–52
Kane, J,. Kissling, W,. Lambert, T,. Parellada, E,. Adherence Rating Scales. CERP. file:///C:/Users/ACER/Desktop/data%20dekstop/Bahan%20Tesis%20Mahasiswa/Proposal%20Tesis/Konkordansi-penularan%20Tb/Jurnal%20Konkordansi/MARS.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar