EFEKTIVITAS SELF-CONCORDANCE PMO KELUARGA PADA
PENCEGAHAN PENULARAN TUBERCULOSIS DI PUSKESMAS DELI TUA TAHUN 2017
Bahtera BD Purba#1,
Friska Ernita Sitorus *2
1 Public Health Department, 2Nursing
Deparment, 1,2DELI
HUSADA Institute of Health Science
Jl.Besar
No.77 Deli Tua, Indonesian
ABSTRAK
Di
kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, jumlahKasus TB tahun 2017 mencapai 1.554 Kasus. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis efetivitas self concordance anggota keluarga,
petugas kesehatan, guru, dan tokoh masyarakat sebagai PMO kasus TB Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi
experiment tanpa control. Partisipan dikelompokan menjadi 4 kelompok PMO yaitu PMO keluarga, PMO petugas kesehatan, PMO guru, dan PMO
tokoh masyarakat. Pada awal program masing–masing PMO berjumlah 40 (total N=160)
dengan durasi waktu 6 bulan (Awal pengobatan pasien TB hingga sembuh). PMO yang
memenuhi syarat dalam sampel adalah PMO yang telah di registerasi di Puskesmas
Deli Tua dengan pasien TB yang menjalani pengobatan minimum 6 bulan. Data
dianalisis dengan menggnakan ANOVA (one
way) pada taraf nyata (α) =0,05.
Analisis ANOVA dilakukan setelah terlebih dahulu dilakukan uji
normalitas data pada taraf nyata (α) =0,05. Analysis camparative antar variabel
dialkukan dengan LSD dan HSD Hasil penelitian menunjukan self concordance pengobatan
berbeda secara bermakna antara PMO keluarga dengan PMO non keluarga p= 0,00 (p< 0,05, self concordance kontrol lingkungan
menunjukan perbedaan yang bermakna PMO keluarga dengan PMO non keluarga p=0,00 (p< 0,05) , sedangakan self concordance kontrol batuk atau
bersin dalam penelitian ini ditemukan berbeda bermakna antara PMO keluarga
dengan PMO non keluarga p=0,00
(p< 0,05. Self-concordance pengobatan, kontrol lingkungan, dan kontrol batuk dan bersin
tuberculosis pada PMO keluraga lebih efektif dibandingkan dengan PMO non keluarga (petugas
kesehatan, PMO guru, dan PMO tokoh masyarakat). Disarankan kepada dinas kesehatan Deli Serdang memberikan platihan anggota keluarga inti
sebagai PMO keluarga dalam pencegahan penularan tuberculosis
Kata Kunci:
Self-concordance pengobatan TB, Self-Concordance kontrol lingkungan, self
concordance kontrol batuk dan bersin, PMO Keluarga
PENDAHULUAN
Tahun 2017,
Indonesia adalah salah satu
negara kasus terbanyak tuberculosis (TB) kedua di dunia setelah India (WHO, 2017). Angka temuan kasus
baru case detection rate (CDR)
tahun 2015 sebesar 72,8 (confirmed) BTA+ per
100 kasus temuan (detection) atau di dapati
166.376 penderita baru BTA positif dengan success rate (SR) sebesar 89 per
100 kasus (Adyatma, 2015)
Di Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Deli Serdang pada khususnya tuberculosis merupakan penyakit
latent yang mengalami peningkatan dari tahun 2005 hingga 2010
yaitu 15.517
menjadi 15.614 kasus (Sirait,
2017).
JumlahKasus TB di Sumatera Utara paling tinggi berada di kota Medan sebaynak
2,397 kasus, disusul dengan Deli Serdang
1.554 Kasus (Dinas Kesehatan Deli
Serdang, 2017).
Tuberculosis
adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebababkan bakteri mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang
berbagai organ terutama paru-paru. Penyakitinibilatidak di obati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan
komplikasi berbahaya hingga kematian (CDC, 2014). Penularan
TB pada populasi tergantung kepada dosis dan respon droplet nucleidi udara yang dikeluarkan penderita TB saat batuk atau
bersin (CDC, 1999). Risiko penularan
tuberculosis disebabkan frekuensi batuk atau bersin, frekuensi kontak dengan
penderita, lingkungan, kegagalan pengobatan, dan faktor host seperti HIV dan
Diabetes (Pagaoa, 2017; Mathema, 2017).
Upaya-upaya yang dilakukan hingga saat ini dalam
mengatasi dan menanggulangi penularan tuberculosis adalah program DOTs (dirrect Observed Treatment Short Course)
yang berfokus pada pengobatan pasien tuberculosis secara tuntas. Angka
notification rate (NR) tuberculosis di Kabupaten Deli serdang sejak tahun
2015-2017 cenderung meningkat dari 104% tahun 2015 menjadi 1008% tahun 2017. Peningkatan
ini menunjukan bahwa DOTs program di
Kabupaten Deli Serdang tidak berjalan
efektif dalam mengontrol penularan tuberculosis (Profil Kesehatan Deli Serdang,
2017).
Saleh (2017) menemukan pengaruh PMO
terhadap kepatuhan dan pengontrolan penularan tuberculosis di populasi. Peran
PMO dalam mengontrol pengobatan dan penularan tuberculosis dipengaruhi oleh self concordance (Sheldon, 1999; Sirait,
2017). Self concordance merupakan pengembangan teori self
determinasi. Menurut teori self determinasi motivasi terbentuk dari kompetensi,
otonomi dan relasi individu (Deci, 1999). Untuk mencapai tujuan, individu memerlukan motivasi atau
dorongan yang kuat dari dalam diri yang dibentuk oleh ketiga komponen determinasi.
Suckov (2016) menyatakan bahwa pencapaian tujuan dilakukan secara bertahap
dan mempertimbangkan kesulitan- kesulitan dalam mencapai tujuan yang
ditetapkan.Sheldon (1999) menemukan bahwa perlunya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sesuai
dengan tindakan-tindakan yang telah direncanakan dalam bentuk partisipasi (self-concordance). Berdasarkan hal
tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efetivitas self concordance
anggota keluarga, petugas kesehatan, guru, dan tokoh masyarakat sebagai PMO,
METODE PENELITIAN
Partisipan dikelompokan menjadi 4 kelompok PMO. Kelompok
pertama PMO keluarga, kedua PMO petugas kesehatan, ketiga PMO guru, dan keempat
PMO tokoh masyarakat. Pada awal program masing–masing PMO berjumlah 40 (total
N=160) dengan durasi waktu 6 bulan (Awal pengobatan pasien TB hingga sembuh). PMO
yang memenuhi syarat dalam sampel adalah PMO yang telah di registerasi di
Puskesmas Deli Tua dengan pasien TB yang menjalani pengobatan minimum 6 bulan.
Recrutment PMO didasarkan pada pemilihan tujuan tegas.
Untuk pemilihan tujuan tegas pada awal recrutmen diberikan penjelasan tiga
alaternatif tujuan penanggulangan tuberculosis untuk variabel pengobatan,
kontrol lingkungan, dan kontrol dahak/bersin. Pengobatan secara teratur
dikelompokan menjadi 3 kategori tujuan yaitu: (1) tegas (mengontrol pengobatan
secara teratur, diet, pola istirahat, pola aktivitas, dan menghindari rokok
serta alkohol), (2) sedang (mengontrol pengobatan secara teratur, pola
aktivitas, menghindari rokok dan alkohol), dan (3) rendah (mengontrol
pengobatan secara teratur). Kontrol lingkungan dikelompokan menjadi 3 kategori
tujuan yaitu: (1) tegas (menyediakan ventilasi kamar pasien yang cukup, penyinaran
yang cukup, kebersihan kamar yang baik, durasi membersihkan kamar 1 kali
sehari, memakai masker sewaktu membersihkan kamar), (2) sedang (tidak ada
ventilasi kamar dan penyinaran yang baik, kebersihan kamar yang baik, durasi
membersihkan kamar 1 kali sehari, memakai masker sewaktu membersihkan kamar),
(3) rendah (tidak ada ventilasi kamar dan penyinaran yang baik, kebersihan
kamar kurang, durasi membersihkan kamar 3 kali sehari, memakai masker sewaktu
membersihkan kamar). Kontrol dahak/bersin dikelompokan menjadi 3 kategori
tujuan yaitu: (1) tegas (menutup mulut saat batuk atau bersin), membuang dahak
di wadah tertutup, mengganti sapu tangan 1 kali dalam sehari), (2) sedang
(menutup mulut saat batuk atau bersin, membuang dahak di wadah tertutup, dan
mengganti sapu tangan 1 kali dalam 3 hari), (3) rendah (menutup mulut saat
batuk atau bersin, membuang dahak ditempat terbuka, dan mengganti sapu tangan 1
kali dalam 6 hari)
Pengumpulan informasi dari partisipan dilakukan dengan
cara interviw dengan menggunakan kuesioner BMQ. Cuesioner
dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan Corbach alfa R< 0,43 dan
Total item corected > 0,23 untuk menghilangkan bias crross cultural. Informasi
yang dikumpulkan meliputi karakteristik demografi, sosial ekonomi, pendidikan,
competensi, otonomi, relasi, dan tindakan pencegahan tuberculosis.
Data dianalisis dengan menggnakan ANOVA (one way) pada taraf nyata (α) =0,05. Analisis ANOVA dilakukan setelah terlebih
dahulu dilakukan uji normalitas data pada taraf nyata (α) =0,05. Analysis
camparative antar variabel dialkukan dengan LSD dan HSD
Distribusi rata-rata kelompok PMO merupakan total score kompetensi, otonomi
dan relasi terhadap kesulitan PMO dalam mencapai pemberian obat secara teratur
pada pasien TB, menyarankan pasien TB menutup mulut saat batuk atau bersin, menyarankan
pasien TB meludah di wadah tertutup, menyediakan kamar tidur dengan ventilasi yang
baik pada pasien TB, dan menyarankan pasien TB mengurangi kontak dengan anggota
keluarga. Gambaran distribusi score antar kelompok PMO dapat dilihat seperti
pada tabel berikut
Rata-rata total skor self
concordansi pengobatan paling tinggi pada PMO keluarga dengan skor rata-rata
255,6 dan yang paling rendah pada PMO tokoh masyarakat dengan skor rata-rata
190,3. Self concordance kontrol lingkungan paling tinggi pada PMO keluarga
dengan skor rata-rata 208,3 dan terendah pada PMO tokoh masyarakat dengan skor
rata-rata 165,5. Sedangkan self concordance kontrol batuk/bersin paling tinggi
pada PMO keluarga dengan skor rata-rata 190,7 dan terendah pada PMO tokoh
masyarakat dengan skor rata-rata 147,3.Distribusi empat kelompok PMO dalam
penelitian ini menunjukan populasi yang berdistribusi normal. Asumsi normalitas
merupakan salah satu syarat analisis ANOVA
Hasil analisis ANOVA menunjukan self concordance
pengobatan berbeda secara bermakna antara PMO keluarga dengan PMO non keluargap=
0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 28,4 (95% CI: 14,6-42,2).
Hasil analisis juga menunjukan perbedaan yang bermakana antara PMO keluarga
dengan PMO tenaga kesehatan p=0,04 (p< 0,05) dengan perbedaan skor rata-rata
36,2 (95%CI: 22,4-49,9). Selain itu, penelitian ini menemukan perbedaan yang bermakna PMO keluarga dengan
PMO tokoh masyarakat p=0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 65,3
(95%CI: 53,3-77,3). Self concordance pengobatan juga ditemukan bermakna antara PMO
petugas kesehatan dengan PMO guru p= 0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan skor
rata-rata 33,6 (95%CI : 17,9-49,4). Selain itu juga ditemukan perbedaan yang
bermakna PMO petugas kesehatan dengan PMO tokoh masyarakat p=0,00 (p< 0,05)
dengan perbedaan skor rata-rata 52,8 (95% CI: 37,0-68,5). Self concordance
pengobatan juga ditemukan berbeda bermakana antara PMO guru dengan PMO tokoh
masyarakat p= 0,01 (p<0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 19,1 (95%CI:
3,39-34,9).
Self concordance kontrol lingkungan menunjukan perbedaan
yang bermakna PMO keluarga dengan PMO petugas kesehatan p=0,00 (p< 0,05)
dengan perbedaan skore rata-rata 36,2 (95%CI: 25,7-46,6), PMO keluarga dengan
PMO guru p=0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 28,4 (95%CI:
17,9-38,9), dan PMO keluarga dengan PMO tokoh masyarakat p= 0,00 (p< 0,05)
dengan perbedaan skor rata-rata 43,4 (95%CI: 34,4-52,3). Self concordance
kontrol lingkungan juga ditemukan berbeda bermakna pada PMO petugas kesehatan
dengan PMO guru p= 0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 33,6
(95%CI: 21,6-45,6), pada PMO petugas kesehatan dengan PMO tokoh masyarakat p=
0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 52,8 (95%CI: 40,8-64,8). Selain
itu, juga ditemukan perbedaan bermakna antara PMO guru dengan PMO tokoh
masyarakat p=0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 19,1 (95%CI:
7,1-31,1).
Self concordance kontrol batuk atau
bersin dalam penelitian ini ditemukan berbeda bermakna antara PMO keluarga
dengan PMO petugas kesehatan p=0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan skor
rata-rata 23,9 (CI95%: 14,9-32,8), antara PMO keluarga dengan PMO guru p= 0,00
(p< 0,05) dengan perbedaan skor rata-rata 18,1 (95%CI: 9,2-27,2), antara PMO
keluarga dengan PMO tokoh masyarakat p= 0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan skor
rata-rata 43,4 (95%CI: 34,4-52,3). Hasil penelitian juga menemukan perbedaan
yang bermakna self concordance kontrol batuk dan bersin antara PMO petugas
kesehatan dengan PMO tokoh masyarakat p= 0,00 (p< 0,05) dengan perbedaan
skor rata-rata 19,5 (95%CI: 10,5-28,4), sedangakan PMO petugas kesehatan dengan
PMO guru ditemukan tidak berbeda bermakna (p> 0,05). Selain itu, self
concordance kontrol batuk dan bersin antara PMO guru dan PMO tokoh masyarakat
juga ditemukan berbeda bermakna p= 0,00 (p<0,05) dengan perbedaan skor
rata-rata 25,2 (95%CI: 16,2-34,2.
PEMBAHASAN
Dari hasil analisis ditemukan self-concordance pengobatan
tuberculosis tidak berbeda bermakna antara PMO keluarga dan PMO petugas
kesehatan. Namun PMO keluarga ditemukan berbeda bermakna dengan PMO guru, dan PMO tokoh masyarakat.
Demikian juga PMO petugas kesehatan ditemukan berbeda bermakna dengan PMO guru
dan PMO tokoh masyarakat. Hasil ini menunjukan bahwa self concordance
pengobatan pada PMO keluarga dan PMO petugas kesehatan lebih efektif sebagai
PMO pasien tuberculosis dibandingkan dengan PMO guru, dan PMO tokoh masyarakat
(Newel, 2006; 2016; Sis, 2014; Walley, 2001).
Efektifitas self-concordance pengobatan pada PMO keluarga
dan PMO petugas kesehatan pasien tuberculosis di kabupaten Deli Serdang
disebabkan karena sistem kekerabatan dalam keluarga secara psikologis yang kuat,
pengembangan relasi keluarga dengan petugas kesehatan, serta kemampuan atau
pengetahuan tentang pengobatan tuberculosis (Sirait, 2017; Sreeramareddy, 2013;
Sheldon, 2004). Hal ini didukung oleh terminologi dari penelitian sebelumnya
bahwa Self-concordance pengobatan berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat,
kecepatan penyembuhan, dan keberhasilan pengobatan yang dikontrol oleh
faktor-faktor fisiologis dan genetik (Sheldon, 2004; Smith, 2017).
Penelitian ini juga menemukan Self-concordance kontrol
lingkungan dan kontrol droplet nuklei (droplet yang dikeluarkan saat batuk dan
bersin) menunjukan perbedaan yang bermaka antara PMO keluarga dengan PMO
petugas kesehatan, PMO guru, dan PMO tokoh masyarakat. Perbedaan yang sangat
mencolok dapat dilihat dari beda rata-rata skor antara PMO keluarga dan PMO
lainnya. Hal ini menunjukan bahwa dalam hal kontrol lingkungan dan kontrol
droplet nuklei PMO keluarga jauh lebih efektif dibandingkan dengan PMO petugas
kesehatan, PMO guru, dan PMO tokoh masyarakat.
Control lingkungan dan kontrol droplet nuklei merupakan
penyebab utama penularan tuberculosis pada fase mild, moderate, dan severe
(WHO, 2014; CDC, 2014). Lingkungan perumahan pasien tubrculosis yang tidak
memiliki ventilasi yang baik, kelembaban yang tinggi, sanitasi rumah yang buruk
menyebabkan kuman tuberkulosis lebih lama bertahan dalam ruangan yang tertutup.
Perilaku tidak menutup mulut saat batuk dan bersin, membuang ludah di sembarang tempat, dan
ketidak adaan immunisasi dalam keluarga merupakan kondisi dan perilaku yang
meningkatkan penularan tuberkulosis pada anggota keluarga lainnya.
Hasil penelitian menunjukan self concordance kontrol
lingkungan dan kontrol droplet nuklei lebih baik dilakukan oleh PMO keluarga
dibandingkan dengan PMO lainnya. Sirait (2017) menemukan bahwa PMO keluarga menunjukan
adanya rasa tanggung jawab yang lebih besar pada pasien TB dibandingkan dengan
PMO lainnya. Tanggung jawab ini dapat didasarkan pada hubungan dalam keluarga
inti terutama pada suku batak, melayu dan jawa di Kabupaten Deli Serdang. Dalam
tradisi kesukuan di wilayah Deli Serdang, kelurga merupakan pusat kekerabatan
dalam mengatasi berabagai masalah kesehatan dan masalah sosial lainnya.Hubungan
kekerabatan dalam keluarga menyebabkan PMO keluarga mendapat prioritas motivasi
tinggi baik untuk tujuan pengobatan, kontrol lingkungan, maupun kontrol droplet
nuclei. Motivasi yang tinggi pada PMO keluarga dipengaruhi oleh kepentingan apa
yang dikerjakan dan kaitanya pada diri individu, pengetahuan tentang mode of
transmission tuberculosis, miskonsepsi tentang tuberculosis, dan faktor
demografi lainnya (Sreeramareddy , 2013).
Rendahnya skor self-concordance pengobatan, kontrol
lingkungan, dan kontrol droplet nuklei pada PMO petugas kesehatan, PMO guru,
dan PMO tokoh masyarakat menunjukan perbedaan kepentingan yang berbeda.
Meskipun PMO petugas kesehatan, PMO guru, dan PMO tokoh masyarakat mendapatkan
insentif atas pekerjaan mereka, namun insentif secara psikologis tidak mampu
meningkatkan self-concordance pada kelompok PMO petugas kesehatan, PMO guru,
dan PMO tokoh masyarakat Hal ini membuktikan bahwa pemberian insentif dalam
program DOTs tidak berdampak langsung pada kinerja PMO. Meskipun insentif telah
digunakan secara besar-besaran dalam memacu motivasi sejak Taylor memperkenalkan
gagasan manajemen ilmiah dan menekankan pentingnya pekerjaan yang terdefinisi
dengan baik. Namun, para ahli ekonomi akhir-akhir ini melihat motivasi dengan
insentif sebagai motivator ekstrinsik menjadi tidak berguna karena para pekerja
sudah lebih mementingkan prestasi dibandingkan dengan menghasilkan uang
semata-mata. Hal ini menjadi preseden buruk pada
pencegahan tuberculosis karena pengawasan minum obat seharusnya mendapat
pengawasan ketat dari PMO.
KESIMPULAN
Self-concordance pengobatan
tuberculosis pada PMO keluraga lebih efektif dibandingkan dengan PMO petugas
kesehatan, PMO guru, dan PMO tokoh masyarakat. Self-concordance kontrol
lingkungan dan kontrol droplet nuclei pada PMO keluarga lebih efektif
dibandingakan dengan PMO petugas kesehatan, PMO guru, dan PMO tokoh masyarakat.
SARAN
Dinas kesehatan sebagai penaggung
jawab program DOTs di kabupaten Deli Serdang disarankan untuk memberikan
platihan anggota keluarga inti sebagai PMO keluarga pencegahan tuberculosis.
Penetapan PMO keluarga inti sebagai PMO hendaknya memperhatikan keeratan
hubungan psikologis dalam keluarga sehingga self-concordansi pengobatan,
kontrol lingkungan, dan kontrol droplet nuklei pada PMO keluarga dapat
ditingkatkan
REFFRENCE
1.
Pagaoa, MA,. Royce,
RA,. Cheng, MP,. Golup, JE,. Davidow, AL,. Moyerman, YH,. at al. Risk factors for transmission of
tuberculosis among United States-born African Americans and Whites. PMC. 2017: 19: 1485-1492
2.
Mathema,
B,. Andrew, JR,. Cohen, T,. Brogdorff, MW,. Behr, M,. Glynn, JR,. At al. Drivers
of Tuberculosis Transmission. The Journal of Infectious Diseases. 2017; 2016:
5644-53
3.
Sreeramareddy,.
Candrashekhar, T,. Harsha, KHN,. Arokiasamy, JT,. Prevalence of
self-reported tuberculosis, knowledge about tuberculosis transmission and its
determinants among adults in India: results from a nation-wide cross-sectional
household survey. BMC Infection Diseases. 2013; 10: 1186.
4.
Newell,
JN,. Baral, SC,. Pande, SB,. Bam, DS,. Malla, PL,. Family-member DOTS and community
DOTS for tuberculosis control. Proquest. 2006; 367: 903
5.
Sis,
YH,. Jannati, A,. Jafarabadi, MA,. Kalan, ME,. Taheri, A,. Koosha, A,. The
Effectiveness of Family-Based DOTS versus ProfessionalFamily Mix DOTS in
Treating Smears Positive Tuberculosis. Health Promotion Perspectives. 2004; 4:
98-106
6.
Walley,
JD,. Jhon, D,. Khan, MA,. Newell, JN,. Khan, MH,. Effectiveness of the direct
observation component of DOTS. Proquest. 2001; 357: 664
7.
Dave,
PV,. Niranjanshah, A,. Nimavat, PB,. Modi, BB,. Pujara, KR,. Patel, P,. At al,.
Direct Observation of Treatment Providedby a Family Member as Compared to Non Family
Member among Children with New Tuberculosis: APragmatic,Non-Inferiority,
Cluster-Randomized Trialin Gujarat, India. PLOSONE. 2016; 10: 1371
8.
Cosma, D,.
Gilceava, SA,. How Important Is Money As An Incentive To Motivate Employees In
Higher Education Sector? Literature Review. Proquest, 2014
9.
Vallerand,
RJ,. Richard, K,. Pelletier, LG,. Reflections on Self-Determination Theory.
Proquest. 2008: 49:257 -262
10.
Katharina,
J,. Susan, Susan LB,. The Effect of Professional Culture on Intrinsic
Motivation Among Phyisician in an academic Medical Center. FACHE Journal of
Healthcare Management, Proquest. 2014; 59: 287-302
11.
Dinas
Kesehatan Deli Serdang,. Profil Kesehatan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017.
Dinas Kesehatan Deli Serdang, 2017; 1:64-69
12.
WHO,.
TB Burden Estimate, Notification and Treatment Outcome. WHO. 2015
13.
WHO,.
Building on and Enhancing DOTS to Meet the TB-Related Millenium Development
Goals. WHO. 2015
14.
CDC,.
Patient Adherence to Tuberculosis Treatment. Departement of health and Human
Services Public Health Service, Atlanta, Georgia, 1999
15.
CDC,.
Managing Tuberculosis Patients and Improving Adherence, Devision of
Tuberculosis Elimination, Atlanta, Georgia. 2014
16.
Tubman,. Lynn, M,. The Role of
Family Support in
Promoting Adherence to Tuberculosis Treatment in
Western Uganda. Proquest Dissertations Publishing. 2016; MR 1390
17. Mathema, B,. Pande, SB,. Jochem, K,. Houston, RA,. Smith, J,. At al. Tuberculosis Treatment in Nepal: A
Rapid Assessment of Government
Centers Using Different Types of Patient Supervision.The International Journal of Tuberculosis and Lung Disease : the Official Journal of the International Union against Tuberculosis and Lung Disease. 2001;
5: 912-919
18.
Ferner RE,. Is
Concordance The Primrose Path To Health It
Might Not Make Much Difference. BMJ Publishing Group
Ltd.
2003; 327: 821–822
19. Aronson JK. Compliance, Concordance and Adherence. PMC
Free Article, Pub Med. 2007; 63: 383-4
20.
Sirait,
A,. Hubungan Konkordansi Dengan Pencegahan Penularan Tuberculosis di Wilayah
Kerja Puskesmas Deli Tua Tahun 2018. Public Health Community Institut Kesehatan
Deli Husada Deli Tua. 2018; 1: 42-49
21.
Harahap,
S,. Hubungan Empowerment dengan Pencegahan Penularan Tuberculosis di Kabupaten
Deli Serdang Tahun 2018. Public Health Community Institut Kesehatan Deli Husada
Deli Tua. 2018; 50-56
22.
Stepanikova,. Patient-Physician Racial and Ethnic Concordance and Perceived
Medical Errors. Pub Med. 2006; 63:3060-6
23.
Sheldon, KM,. Elliot, AJ,. Ryan, RM, Chirkov, V,. Kim, Y,. Wu, C,. At
al,. SELF-Concordance and Subjective Well-Being in Four Cultures. Journal Of
Cross-Cultural Psychology. 2004; 35: 209-22
24.
Smith, A,. Ntoumanis, N,. Duda, J,. Goal Striving, Goal
Attainment, and Well-Being: Adapting and Testing the Self-Concordance Model in
Sport. Journal of Sport & Exercise Psychology 2007; 29: 763-782
25.
Aditama, TY,. Subuh, HM,. Survai Prevalensi Tuberculosis
Indonesia 2013-2014. Kementerian Kesehatan Repubelik Indonesia, 2015
26.
Becerra, MC,. Appleton, SC,. Franke, MF,. Chalco, K,.
Arteaga, F,. Bayona, J,. At al,. Tuberculosis Burden in Households of Patients
with Multidrug-Resistant and Extensively Drug-Resistant Tuberculosis: A
Retrospective Cohort Study. Lancet 2011; 377: 147–52
Kane, J,.
Kissling, W,. Lambert, T,. Parellada, E,. Adherence Rating Scales. CERP. file:///C:/Users/ACER/Desktop/data%20dekstop/Bahan%20Tesis%20Mahasiswa/Proposal%20Tesis/Konkordansi-penularan%20Tb/Jurnal%20Konkordansi/MARS.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar